TULISAN WAJIB SOFTSKILL
DISTRIBUSI DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN
PEREKONOMIAN INDONESIA PADA ERA REFORMASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
1EB23
KELOMPOK 1
NAMA NPM
ANA MARIA GENOVIVA 20211685
FRANKY ROBIN PURBA 25211553
SILMI SABILLA 26211764
NUKE PERMATA SARI 25211270
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap negara selalu berusaha mewujudkan masyarakat adil dan
makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap negara melaksanakan pembangunan
ekonomi. Salah satu ukuran berhasilnya pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan
ekonomi. Hampir semua negara di dunia pasti melaksanakan pembangunan ekonomi.
Hal ini karena pembangunan ekonomi merupakan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Pembangunan ekonomi merupakan usaha untuk menaikkan dan mempertahankan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita dengan tetap memperlihatkan tingkat pertumbuhan penduduk disertai adanya perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Dalam proses pembangunan ekonomi, pemerintah secara sadar dan terencana mengadakan perubahan-perubahan ke arah peningkatan taraf hidup masyarakat.
Pembangunan ekonomi mencakup dimensi yang lebih luas, terpadu, dari berbagai aspek kehidupan. Dengan kata lain pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif, tetapi lebih menekankan pada perubahan yang mendasar dalam perekonomian suatu negara.
Pembangunan ekonomi merupakan usaha untuk menaikkan dan mempertahankan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita dengan tetap memperlihatkan tingkat pertumbuhan penduduk disertai adanya perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Dalam proses pembangunan ekonomi, pemerintah secara sadar dan terencana mengadakan perubahan-perubahan ke arah peningkatan taraf hidup masyarakat.
Pembangunan ekonomi mencakup dimensi yang lebih luas, terpadu, dari berbagai aspek kehidupan. Dengan kata lain pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif, tetapi lebih menekankan pada perubahan yang mendasar dalam perekonomian suatu negara.
Pemerataan hasil pembangunan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Ketidakmerataan juga menjadi masalah dunia. Menurut data World Development Report 2006, 15,7% penduduk Indonesia pada tahun 1996 berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat menjadi 27,1 % pada tahun 1999. Gini Index untuk pemerataan penghasilan Indonesia adalah 0,34, hal ini menunjukkan adanya ketidakmerataan penghasilan yang cukup besar di Indonesia. Gini index merupakan ukuran tingkat penyimpangan distribusi penghasilan, Gini index diukur dengan menghitung area antara kurva Lorenz dengan garis hipotesis pemerataan absolut. Gini Index untuk pemerataan kepemilikan tanah di Indonesia mencapai 0,46, nilai ini menunjukkan adanya ketidakmerataan kepemilikan tanah yang cukup besar .
Pemerataan hasil
pembangunan di samping pertumbuhan ekonomi perlu diupayakan supaya pembangunan
dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerataan pendidikan dan
pemerataan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya penting yang
diharapkan meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dengan menciptakan sumber
daya manusia yang berkualitas.
BABII
ISI
ALOKASI APBN UNTUK DISTRIBUSI PEMERATAAN
A.SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA
Arti Sistem
Bahwa suatu sistem muncul adalah didasari oleh usaha manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebutuhan manusia sangat beragam dan tak terbatas. Sebagai contoh, kebutuhan manusi akan peningkatkan pengetahuan-muncul sistem pendidikan; kebutuhan manusia akan sandang, pangan atau papan-muncul sistem ekonomi; hubungan dengan orang lain akan terbentuk-sistem pengaturan, sistem sosial; kebutuhan untuk berkelompok dalam masyarakat tertentu-sistem masyarakat; dan kebutuahan akan kesejahteraan masyarakat-muncul sistem politik. Kemudian kebutuhan dari warga negara dalam mengatur-tatanan kehidupan berbangsa dan keputusan-keputusan politik yang diilhami oleh struktur sosial dan culture, akan terbentuk suatu sistem pemerintahan negara.
Untuk itu dalam suatu sistem sosial (mekanisme jaringan-hubungan dalam suatu atau yang dianut masyarakat) akan membentuk suatu sistem pemerintahan dan sistem ekonomi suatu bangsa.
Sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk suatu kegiatan (satu kesatuan yang menyeluruh) yang saling berinteraksi secara teratur-berhubungan satu dengan yang lain dan saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama.
Perkembangan Sistem Perekonomian
Tujuan dari sistem perekonomian merupakan usaha untuk mengatur pertukaran barang dan jasa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena politik ekonomi merupakan bagian politik nasional, maka dalam hal ini kebijakan politik sering didasarkan pada masalah ekonomi, dan kebijakan ekonomi seringkali didasarkan pada masalah politik.
1. Perkembangan sistem politik dan pemikiran ekonomi
Struktur sosial feodal-kekuasaan raja-bangsawan yang absolut-diktaktor, menimbulkan kesengsaraan masyarakat. Dalam masyarakat yang demikian kebebasan berpikir masyarakat terpasung dan tertindas. Timbul pendobrakan terhadap kekuasaan raja yang absolut, ditandai dengan konsep kontrak sosial “social contract” yang salah satu asasnya adalah kesadaran bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang mengandung prinsip-prinsip keadalian yang universal, berlaku untuk segala zaman serta semua manusia. Munculah semangat kebebasan, persamaan dan persaudaraan.
Pada gilirannya mempengaruhi perubahan sosial dan cultural masyarakat, ditandai dengan adanya kebebasan berpikir yang berkembang amat pesat dan sangat mempengaruhi gagasan dalam kehidupan politik dan ekonomi.Bersamaan dengan berkembang konsep negara baru timbul kebutuhan untuk mengatur kehidupan ekonominya.
Pada awalnya muncul Renaissance (1350-1600) dan reformasi (1500-1650), lalu aufklaerung “pencerahan” (1650-1800). Kemudian pada abad ini muncul pemikiran ekonomi merkantilisme “negara makmur-emasnya banyak-keuangan kuat sebagai simbul kekayaan dan kemakmuran” yang memunculkan kolonialisme, dimana negara kuat secara ekonomi apabila negara lain miskin.1776 muncul faham psyokrat oleh Quesney bersamaan dengan Adam Smith yang menentang gagasan merkantilisme-kolonial dan feodalisme dan yang menentang hambatan-hambatan pemerintah. David home dan David Ricardo dengan faham ekonomi produksi-konsumsi-pertukaran/ perda-gangan yang mendukung semangat “laizzez faire, laizzer passer”-identik dengan kebebasan-kebutuhan, muncul faham dan sistem kapitalisme.1818-1883, Karl Marx yang menentang ajararn kapitalisme-penindasan rakyat kecil dan buruh. Pandangan Marx terhadap negara bahwa negara itu hanya alat untuk menindas-mengatur kelas lainnya. Perlu adanya revolusi masa-sosialis/komunis untuk pemerataan hak dan kewajiban.
Pemikiran-pemikiran dibidang ekonomi akan mempengarui bentuk-bentuk pemerintahan. Yang kemudian berkembang faham demokrasi.
2. Pembagian sistem ekonomi
Sistem menunjuk kepada suatu kumpulan tujuan, gagasan, kegiatan yang dipersatukan oleh beberapa bentuk saling hubungan dan adanya ketergantungan yang terartur dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Sedang sistem perekonomian adalah sistem sosial atau kemasyara-katan dilihat dalam rangka usaha keseluruhan sosial itu untuk mencapai kemakmuran.
Dalam pengertian sistem sosial terkandung unsur :
a. Tujuan bersama dengan segala harapannya, dalam hubungannya dengan perekonomian, jelas tujuan bersama itu dimaksudkan ialah kemakmuran masyarakat.
b. Seperangkat nilai yang melekat pada tujuan bersama tersebut menciptakan pengikat yang mempersatukan anggota masyarakat dalam usaha bersama menurut cara-cara tertentu.
c. Sikap dasar dan pengertian tentang hak dan kewajiban, yang membentuk pola tingkah laku dan tindakan individu maupun kelompok satu dengan yang lain.
d. Otoritas, kepemimpinan, struktur kekuasaan untuk mengarhkan usaha bersama, memilih atau menetapkan alternatif-alternatif bagi alat-alat yang dipergunakan dan mempersatukan seluruh anggota masyarakat untuk bersama-sama mempergunakan alat-alat tersebut.
Kemakmuran masyarakat terutama menyangkut kegiatan yang paling esensial dari kehidupan sistem, yaitu produksi barang dan jasa, dan bagaimana barang dan jasa itu didistribusikan diantara individu dan kelompok dalam masyarakat, dipertukarkan dan dikonsumsi, yang semuanya berkaitan erat dengan konsep pemilikan yang berlaku, kekuasaan pemerintahan negara dll.
Dalam pembentukan suatu sistem, tidak lepas dari pada pengaruh falsafah sosial pada sistem perekonomian. Falsafah sistem sosial disadari atau tidak diturunkan dari pandangan yang spesifik tentang manusia. Falsafah-falsafah itu dikenal dengan individualisme dan sosialisme.
Sistem perekonomian mengenal berbagai bentuk di berbagai negara sepanjang sejarah. Dalam klasifikasi ini tergantung pada cara bagaimana sistem itu membuat keputusan-keputusan dasar produksi, distribusi dan pertukaran serta konsumsi.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
Alokasi dana
pembangunan untuk pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan akan
lebih menjamin tercapainya pemerataan dalam jangka panjang. Kebijakan alokasi
dana untuk pendidikan dan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pemerataan
pendidikan serta pemerataan fasilitas kesehatan. Biaya pendidikan yang lebih
murah dan tersedianya fasilitas kesehatan yang lebih baik dan lebih terjangkau
akan langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dalam bidang
pendidikan , UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4 secara tegas menyatakan “Negara
memprioitaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dari belanja Negara serta dari anggaran belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhna penyelenggaraan pendidikan nasional “Menurut definisi yang
berlaku umum , anggaran pendidikan adalah keseluruhan sumber daya baik dalam
bentuk uang maupun barang yang menjadi input dan dimanfaatkan untuk kepentingan
penyelenggaraan pendidikan . Segenap sumber daya tersebut bisa berupa investasi
untuk pembangunan prasarana dan sarana (gedung , sekolah ,ruang kelas ).Biaya
operasinal penyediaan buku dan peralatan serta gaji guru . Setiap komponen
sumber daya berkaitan langsung dengan keberlangsungan pelayanan pendidikan
sehingga harus dihitung dengan satu kesatuan pembiayaan pendidikan .
Namun kewajiban konstituional pemerintah untuk
mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD berjumlah
dipenuhi sepenuhnya hingga saati ini . Buktinya APBN tahun 2008 yang telah
disahkan pada Rapat Parnipira DPR menetapkan alokasi anggaran pendidikan hanya
12 persen .Dalam RAPBN 2008 alokasi untuk anggaran pendidikannya sebesar 12%
jauh dibawah ketentuan UUD 1945 Pasal 31 ayat 4 dan UU No 20 tahun 2009 tentang
Sistem Pendidikan Nasional , bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen .
Formulasi anggaran pendidikan 20% kemudian diutuskan oleh Pemerintahan dari DPR
dalam UU 20/2003 tentang Sisdaas , bahwa gaji pendidik dari biaya kedinasan
tidak termasuk dalam anggaran 20% , bahwa pemenuhan amanah konstitusi dengan
cara bertahap seperti dalam penjelasan pasal 49 ayat 1 UU sisdiknas tidak
dibenarkan .
Kenyataanya APBN 2007 pun tidak sesuai dengan amanah
kontitusi Anggaran pendidikan masih berada pada level 11.8% karenanya MK dalam
Putusan No.026/PUUIV/2007 kembali menegaskan bahwa UU No. 18/2006 tentang APBN
2007 menyangkut anggaran pendidikan adalah bertentengan dengan UUD 1945
sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat .Pemerintahan menangulangi
kembali pelanggaran konstitusi jadi dengan tidak tercapainya anggaran
pendidikan 20%berarti pemerintahan dan DPR bersama-sama mengaikan keputusan MK
.
Rupanya keputusan MK itu tidak mampu juga mengatakan
kemauan politik para penentu kebijakan di Negara ini . Pengabaian juga terjadi
terhadap keputusan raker yang telah disepakati antara komisi X DPR RI dengan
tujuan terhadap keputusan rajer yang telah disepakati antara komisi X DPR RI
dengan tujuan mencari cabinet Indonesia Bersatu , yaitu Menkra Kesra ,
Mendiknas , Menteri Dalam Negeri , Menteri Pendahayagunaan dari Aparatur Negara
.
Sementara itu realisasinya tahun 2004 anggaran
pendidikan masih sekitar 5.5% dari APBN atau sekitar RP.20,5 Triliun . Dari
meningkat menjadi Rp.24,6 Triliun tahun 2005 . Pada tahun 2006 pemerintah hanya
mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 9,7 persen dan dalam APBN 2007
anggaran untuk sector pendidikan hanya sebesar 11,8 persen dan APBN 2008 hanya
mengalokasikan 12% nilai ini setara dengan Rp.1,4Triliun dari total nilai
anggaran Rp.854,6 triliun .
Alokasi dana untuk
kesehatan yang hanya 2,3% dari pengeluaran pemerintah sangat kecil. Di negara
maju alokasi dana untuk kesehatan jauh lebih besar, Korea Selatan
mengalokasikan 10,08% pengeluaran pemerintah untuk kesehatan. Padahal fasilitas
kesehatan yang lebih merata dapat meningkatkan produktifitas sumber daya
manusia.Sumber daya manusia
yang sehat akan menghasilkan sumber daya manusia yang produktif. Dengan
produktivitas yang tinggi, suatu negara akan memperoleh keunggulan kompetitif
(competitive advantage) . Keunggulan komparatif dinamis dirintis oleh Michael
E. Porter (1990) dan Paul Krugman (1980) .Michael E. Porter menjelaskan bahwa dalam era persaingan global, suatu
bangsa/negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di
pasar internasional bila memiliki 4 faktor penentu (attribute) yang digambarkan
sebagai suatu diamond (diamond strategy). Michael E. Porter menjelaskan bahwa
tidak ada korelasi langsung antara 2 faktor produksi yaitu sumber daya alam
yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah, yang dimiliki oleh suatu
negara yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan
internasional. Banyak negara di dunia yang jumlah tenaga kerjanya yang sangat
besar yang proporsional dengan luas negaranya tetapi lemah dalam daya saing
perdagangan internasional. Peran pemerintah sangat mendukung dalam peningkatan
daya saing selain faktor produksi yang tersedia dalam berbagai kebijakan
makronya, dalam hal ini menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Bagi pembangunan ekonomi, kualitas buruh adalah lebih penting, dengan mengadakan
pemerataan pendidikan dan fasilitas kesehatan diharapkan pekerja Indonesia
lebih berkualitas dan produktif. Produktifitas ini yang diharapkan mampu
meningkatkan perekonomian. Sumber daya manusia yang berkualitas juga diharapkan
cepat menyerap penguasaan teknologi. Melalui program pemerataan pendidikan dan
fasilitas kesehatan akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan
mampu mendukung pembangunan. Sumber daya manusia yang produktif merupakan modal
yang paling menentukan dalam keberhasilan pembangunan dalam jangka panjang.
Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang “mampir”.
Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan. Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga saat ini.
Seusai masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid I (Era SBY- JK) =
(2004-2009)
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat
kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan
harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia.
Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan,
serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan
kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan
berbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan
perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure
Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk
menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang
selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor
asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika
semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja
juga akan bertambah.
Selain itu, pada periode ini pemerintah melaksanakan
beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil
diantaranya PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini
berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan
disana-sini.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi
seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka
diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari
35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena
pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih
suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas
pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental,
sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif.
Namun, selama masa pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia
memang berada pada masa keemasannya. Indikator yang cukup menyita perhatian
adalah inflasi.
Sejak tahun 2005-2009, inflasi berhasil ditekan pada single
digit. Dari 17,11% pada tahun 2005 menjadi 6,96% pada tahun 2009. Tagline
strategi pembangunan ekonomi SBY yang berbunyi pro-poor, pro-job, dan pro
growth (dan kemudian ditambahkan dengan pro environment) benar-benar diwujudkan
dengan turunnya angka kemiskinan dari 36,1 juta pada tahun 2005, menjadi 31,02
juta orang pada 2010. Artinya, hampir sebanyak 6 juta orang telah lepas dari
jerat kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun. Ini tentu hanya imbas dari strategi
SBY yang pro growth yang mendorong pertumbuhan PDB.
Imbas dari pertumbuhan PDB yang berkelanjutan adalah
peningkatan konsumsi masyarakat yang memberikan efek pada peningkatan kapasitas
produksi di sector riil yang tentu saja banyak membuka lapangan kerja
baru. Memasuki tahun ke dua masa jabatannya, SBY hadir dengan terobosan
pembangunannya berupa master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3 EI). Melalui langkah MP3EI, percepatan pembangunan ekonomi akan
dapat menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan
perkapita antara UsS 14.250-USS 15.500, dengan nilai total perekonomian (PDB)
berkisar antara USS 4,0-4,5 triliun.
Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid II (Era SBY–BOEDIONO) =
(2009-2014)
Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank
Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional negara yaitu :
- BI rate
- Nilai tukar
- Operasi moneter
- Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan
pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh
pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Hampir tujuh tahun sudah ekonomi Indonesia di tangan
kepemimpinan Presiden SBY dan selama itu pula perekonomian Indonesia boleh
dibilang tengah berada pada masa keemasannya. Beberapa pengamat ekonomi bahkan
berpendapat kekuatan ekonomi Indonesia sekarang pantas disejajarkan dengan 4
raksasa kekuatan baru perekonomian dunia yang terkenal dengan nama BIRC
(Brazil, Rusia, India, dan China).
Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 semakin
membuktikan ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara
superpower seperti Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan, Indonesia justru
mampu mencetak pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada tahun 2009.
Gemilangnya fondasi perekonomian Indonesia direspon dunia
internasional dengan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pilihan
tempat berinvestasi. Dua efeknya yang sangat terasa adalah Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) mencapai rekor tertingginya sepanjang sejarah dengan berhasil
menembus angka 3.800. Bahkan banyak pengamat yang meramalkan sampai akhir tahun
ini IHSG akan mampu menembus level 4000.
Indonesia saat ini menjadi ekonomi nomor 17 terbesar di
dunia. “Tujuan kami adalah untuk menduduki 10 besar. Kami sangat optimistis
karena IMF pun memprediksi ekonomi Indonesia akan mengalahkan Australia dalam
waktu kurang dari satu dekade ke depan,” tutur SBY dalam sebuah acara.
PEMERATAAN
PEMBANGUNAN
Pembangunan ekonomi
nasional perlu mengedepankan aspek pemerataan dan tidak hanya fokus pada
mengejar target pertumbuhan ekonomi (agregat). Tentunya, ketika pemerataan
pembangunan ekonomi dapat dilakukan, maka sejumlah persoalan seperti disparitas
regional, urbanisasi, kemiskinan, kesenjangan sosial dan persoalan sosial
lainnya akan dapat lebih teratasi. Peranan infrastruktur transportasi dalam
pemerataan pembangunan sangatlah penting. Jalan, jembatan, penerbangan
perintis, pelabuhan dan transportasi laut berperan sangat strategis untuk
memfasilitasi mobilisasi barang, modal dan manusia antar daerah-pulau di
wilayah Indonesia. Bagaimana menggeser paradigma pembanguanan nasional yang
menitikberatkan kawasan Barat menuju Tengah dan Timur Indonesia menjadi
prioritas dalam pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Urgensi pemerataan pembangunan ke seluruh penjuru Nusantara sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ini telah semakin menguatkan sinyalnya. Bahkan di kawasan Barat Indonesia persoalan konektivitas masih berlangsung. Sebagai sebuah contoh aktual, antrean truk yang ingin menyeberang ke Pulau Sumatra mengular sudah hampir seminggu lamanya hingga sepanjang 2,5 kilometer di Tol Merak, Banten, menuju ke pintu gerbang pelabuhan. Berdasarkan informasi dari PT ASDP, antrean truk menuju Pelabuhan Merak tersebut disebabkan karena sedikitnya kapal pengangkut dan terbatasnya kapasitas pelabuhan untuk menampung antrean kendaraan angkutan.
Sementara itu, kemacetan sesungguhnya merupakan pemandangan rutin yang menghiasi seluruh jalan di Jakarta setiap pagi dan petang hari. Menurut sensus penduduk tahun 2010, Jakarta telah dihuni oleh 9.588.198 penduduk. Angka ini naik sangat drastis dari data tahun 2007 yang sebesar 7.552.444. Banyaknya pelaju dari Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, dan bahkan dari Cirebon yang bekerja di Jakarta menambah parahnya kemacetan di Ibu Kota. Kenyataan ini kian menguatkan betapa kuatnya gravitasi perekonomian Jakarta.
Secara sederhana, tingkat pembangunan di sebuah daerah berhubungan positif dengan akselerasi permintaan akan pembangunan lebih lanjut di daerah tersebut. Misalnya, gagasan pembangunan jalan Tol Tanjung Priok-Cikarang (Tanjung Karang) yang diprediksi bakal mampu mengurai kemacetan Jakarta hingga 30 persen. Sementara itu, jalur kereta api di Sumatra nyaris tak tersentuh peta transportasi nasional.
Akibatnya, daerah dengan tingkat pembangunan yang tinggi akan terus menuntut pembangunan lebih lanjut, sementara daerah yang tertinggal juga akan semakin tertinggal. Daerah-daerah satelit di sekeliling Jakarta selama ini tumbuh hanya sebagai wilayah domisili semata yang tidak diimbangi dengan pelebaran aktifitas perekonomian secara memadai. Pemusatan aktifitas perekonomian di Jakarta pun kian lama kian meningkatkan daya akumulasi sumberdaya perekonomian secara terkonsentrasi. Apabila konsentrasi sumberdaya ini semakin tinggi, maka biaya kesempatan untuk melakukan aktifitas perekonomian di luar Jakarta pun akan semakin meningkat.
Pada tataran nasional, potret Jakarta dan kota-kota satelitnya pun masih tercermin dengan jelas. Tak bisa dipungkiri bahwa kekuatan gravitasi ekonomi Jawa-Sumatra-Bali merupakan penyebab utama segala permasalahan tersebut. Hingga tahun 2005, BPS mencatat bahwa Pulau Jawa-Bali masih menyumbang 60.09 persen terhadap PDB Nasional. Adapun Sumatra 22,1 persen, Kalimantan 9,11 persen, Sulawesi 3,93 persen, Nusa Tenggara 1,42 persen, dan Papua 1,59 persen. Pada tahun 2010, kontribusi PDRB Jawa-Bali terhadap PDB nasional hanya turun dengan sangat tipis menjadi 59,38 persen, sementara peningkatan secara tipis juga tercatat pada Sulawesi menjadi 4,49 persen, Kalimantan 9,23 persen, Nusa Tenggara 1,44 persen, dan Papua 1,77 persen.
Namun demikian, data menunjukkan bahwa pos pendapatan daerah meningkat signifikan hanya di pos bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam (SDA). Perlu menjadi sebuah "early warning" dalam hal ini, yaitu apakah gravitasi ekonomi daerah ini menguat semata-mata karena intensifikasi eksploitasi SDA daerah ataukah karena kreatifitas yang mulai mewujud? Upaya menggenjot pendapatan melalui eksploitasi SDA, sebagaimana mewarnai perekonomian era Orde Baru, sudah tak layak lagi ditempuh. Sejumlah negara maju memberikan contoh yang baik bagaimana negara mereka dikembangkan melalui kebijakan industrialisasi yang bertahap dan terarah.
Sejalan dengan diskusi sebelumnya, kita perlu secara konsisten berupaya untuk membangun magnet-magnet perekonomian lain di daerah luar Jawa dan Sumatra. Magnet yang apabila dianalogikan dalam ilmu fisika selayaknya merupakan kumparan elektromagnetik yang digerakkan oleh pelaku-pelaku ekonomi daerah, dan bukan semata-mata mengandalkan kekayaan alam tanpah pengolahan. Dengan demikian, momentum peningkatan kontribusi PDRB luar Jawa-Sumatra-Bali terhadap PDB Nasional, setipis apapun itu, dapat dipandang sebagai secercah harapan bahwa potensi perekonomian daerah perlu dirorong untuk lebih berkembang. Hal ini juga dapat menjadi pencetus penguatan gaya gravitasi riil ekonomi daerah-daerah di luar Jawa-Sumatra-Bali.
Di samping pembangunan magnet-magnet perekonomian di daerah luar Jawa dan Sumatra, pembangunan konektivitas antar-wilayah domestik dalam menumbuhkan daya saing dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi merupakan langkah yang patut mendapat dukungan. Tujuan konektivitas domestik adalah mempercepat pertumbuhan perekonomian dan memperkecil disparitas antar-wilayah. Pembangunan magnet perekonomian di luar Jawa dan Sumatra dapat menjadi "pull factor" di daerah yang secara simultan bersinergi dengan konektivitas antar-wilayah sebagai katalis "push factor" dari Jawa-Bali.
Ketika berbicara masalah daya saing, selain infrastruktur, peningkatan kualitas tenaga kerja jelas berperan penting. Secara implisit namun tegas, hal ini merupakan amanat bagi kita semua bahwa perekonomian kita tidak boleh lagi menggantungkan diri pada kekayaan alam, serta harus dikelola berdasarkan daya kreatifitas dan penciptaan nilai tambah.
Pengembangan magnet perekonomian, konektivitas domestik, dan proses transformasi struktural dalam penciptaan nilai tambah harus didasarkan pada reorientasi kenyataan geografis Indonesia. Pembangunan jembatan Ampera di Sungai Musi sejatinya merupakan sebuah penanda betapa perekonomian Indonesia jauh-jauh hari telah diarahkan kepada perekonomian maritim. Dengan demikian, salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah agar upaya mewujudkan rencana-rencana di atas dilandaskan pada kesadaran bahwa Indonesia merupakan untaian kekayaan sumber daya alam dan ketahanan sumber daya manusia yang dihubungkan oleh lautan dangkal yang terkaya dan terluas di dunia. Oleh karena itu, mempercepat realisasi program konektivitas di dalam dan antar-pulau akan membuat kawasan Tengah dan Timur Indonesia akan lebih berkembang.
Urgensi pemerataan pembangunan ke seluruh penjuru Nusantara sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ini telah semakin menguatkan sinyalnya. Bahkan di kawasan Barat Indonesia persoalan konektivitas masih berlangsung. Sebagai sebuah contoh aktual, antrean truk yang ingin menyeberang ke Pulau Sumatra mengular sudah hampir seminggu lamanya hingga sepanjang 2,5 kilometer di Tol Merak, Banten, menuju ke pintu gerbang pelabuhan. Berdasarkan informasi dari PT ASDP, antrean truk menuju Pelabuhan Merak tersebut disebabkan karena sedikitnya kapal pengangkut dan terbatasnya kapasitas pelabuhan untuk menampung antrean kendaraan angkutan.
Sementara itu, kemacetan sesungguhnya merupakan pemandangan rutin yang menghiasi seluruh jalan di Jakarta setiap pagi dan petang hari. Menurut sensus penduduk tahun 2010, Jakarta telah dihuni oleh 9.588.198 penduduk. Angka ini naik sangat drastis dari data tahun 2007 yang sebesar 7.552.444. Banyaknya pelaju dari Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, dan bahkan dari Cirebon yang bekerja di Jakarta menambah parahnya kemacetan di Ibu Kota. Kenyataan ini kian menguatkan betapa kuatnya gravitasi perekonomian Jakarta.
Secara sederhana, tingkat pembangunan di sebuah daerah berhubungan positif dengan akselerasi permintaan akan pembangunan lebih lanjut di daerah tersebut. Misalnya, gagasan pembangunan jalan Tol Tanjung Priok-Cikarang (Tanjung Karang) yang diprediksi bakal mampu mengurai kemacetan Jakarta hingga 30 persen. Sementara itu, jalur kereta api di Sumatra nyaris tak tersentuh peta transportasi nasional.
Akibatnya, daerah dengan tingkat pembangunan yang tinggi akan terus menuntut pembangunan lebih lanjut, sementara daerah yang tertinggal juga akan semakin tertinggal. Daerah-daerah satelit di sekeliling Jakarta selama ini tumbuh hanya sebagai wilayah domisili semata yang tidak diimbangi dengan pelebaran aktifitas perekonomian secara memadai. Pemusatan aktifitas perekonomian di Jakarta pun kian lama kian meningkatkan daya akumulasi sumberdaya perekonomian secara terkonsentrasi. Apabila konsentrasi sumberdaya ini semakin tinggi, maka biaya kesempatan untuk melakukan aktifitas perekonomian di luar Jakarta pun akan semakin meningkat.
Pada tataran nasional, potret Jakarta dan kota-kota satelitnya pun masih tercermin dengan jelas. Tak bisa dipungkiri bahwa kekuatan gravitasi ekonomi Jawa-Sumatra-Bali merupakan penyebab utama segala permasalahan tersebut. Hingga tahun 2005, BPS mencatat bahwa Pulau Jawa-Bali masih menyumbang 60.09 persen terhadap PDB Nasional. Adapun Sumatra 22,1 persen, Kalimantan 9,11 persen, Sulawesi 3,93 persen, Nusa Tenggara 1,42 persen, dan Papua 1,59 persen. Pada tahun 2010, kontribusi PDRB Jawa-Bali terhadap PDB nasional hanya turun dengan sangat tipis menjadi 59,38 persen, sementara peningkatan secara tipis juga tercatat pada Sulawesi menjadi 4,49 persen, Kalimantan 9,23 persen, Nusa Tenggara 1,44 persen, dan Papua 1,77 persen.
Namun demikian, data menunjukkan bahwa pos pendapatan daerah meningkat signifikan hanya di pos bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam (SDA). Perlu menjadi sebuah "early warning" dalam hal ini, yaitu apakah gravitasi ekonomi daerah ini menguat semata-mata karena intensifikasi eksploitasi SDA daerah ataukah karena kreatifitas yang mulai mewujud? Upaya menggenjot pendapatan melalui eksploitasi SDA, sebagaimana mewarnai perekonomian era Orde Baru, sudah tak layak lagi ditempuh. Sejumlah negara maju memberikan contoh yang baik bagaimana negara mereka dikembangkan melalui kebijakan industrialisasi yang bertahap dan terarah.
Sejalan dengan diskusi sebelumnya, kita perlu secara konsisten berupaya untuk membangun magnet-magnet perekonomian lain di daerah luar Jawa dan Sumatra. Magnet yang apabila dianalogikan dalam ilmu fisika selayaknya merupakan kumparan elektromagnetik yang digerakkan oleh pelaku-pelaku ekonomi daerah, dan bukan semata-mata mengandalkan kekayaan alam tanpah pengolahan. Dengan demikian, momentum peningkatan kontribusi PDRB luar Jawa-Sumatra-Bali terhadap PDB Nasional, setipis apapun itu, dapat dipandang sebagai secercah harapan bahwa potensi perekonomian daerah perlu dirorong untuk lebih berkembang. Hal ini juga dapat menjadi pencetus penguatan gaya gravitasi riil ekonomi daerah-daerah di luar Jawa-Sumatra-Bali.
Di samping pembangunan magnet-magnet perekonomian di daerah luar Jawa dan Sumatra, pembangunan konektivitas antar-wilayah domestik dalam menumbuhkan daya saing dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi merupakan langkah yang patut mendapat dukungan. Tujuan konektivitas domestik adalah mempercepat pertumbuhan perekonomian dan memperkecil disparitas antar-wilayah. Pembangunan magnet perekonomian di luar Jawa dan Sumatra dapat menjadi "pull factor" di daerah yang secara simultan bersinergi dengan konektivitas antar-wilayah sebagai katalis "push factor" dari Jawa-Bali.
Ketika berbicara masalah daya saing, selain infrastruktur, peningkatan kualitas tenaga kerja jelas berperan penting. Secara implisit namun tegas, hal ini merupakan amanat bagi kita semua bahwa perekonomian kita tidak boleh lagi menggantungkan diri pada kekayaan alam, serta harus dikelola berdasarkan daya kreatifitas dan penciptaan nilai tambah.
Pengembangan magnet perekonomian, konektivitas domestik, dan proses transformasi struktural dalam penciptaan nilai tambah harus didasarkan pada reorientasi kenyataan geografis Indonesia. Pembangunan jembatan Ampera di Sungai Musi sejatinya merupakan sebuah penanda betapa perekonomian Indonesia jauh-jauh hari telah diarahkan kepada perekonomian maritim. Dengan demikian, salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah agar upaya mewujudkan rencana-rencana di atas dilandaskan pada kesadaran bahwa Indonesia merupakan untaian kekayaan sumber daya alam dan ketahanan sumber daya manusia yang dihubungkan oleh lautan dangkal yang terkaya dan terluas di dunia. Oleh karena itu, mempercepat realisasi program konektivitas di dalam dan antar-pulau akan membuat kawasan Tengah dan Timur Indonesia akan lebih berkembang.
Tujuan Perencanaan :
1. Standar pengawasan, yaitu mencocokan pelaksanaan
dengan perencanaan
2. Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu
kegiatan
3. Mengetahaui struktur organisasinya
4. Mendapatkan kegiatan yang sistematis termasuk biaya
dan kualitas pekerjaan
5. Memimalkan kegiatan-kegiatan yang tidak
produktif
6. Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai
kegiatan pekerjaan
7. Menyerasikan dan memadukan beberapa subkegiatan
8. Mendeteksi hambatan kesulitan yang bakal ditemui
9. Mengarahkan pada pencapaian tujuan
10. Menghemat biaya, tenaga dan waktu
Manfaat Perencanaan
Adapun manfaat dari perencanaan yaitu Manfaat Perencanaan :
1. Standar pelaksanaan dan pengawasan
2. Pemilihan sebagai alternatif terbaik
3. Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan
4. Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi
5. Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
6. Alat memudahakan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait
7. Alat meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti
http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2011/04/perencanaan-pembangunan.html
Dokumen perencanaan
1. Di dalam sistem ini terdapat beberapa istilah yang
digunakan untuk menjabarkan rencana pembangunan, yaitu:
2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya
disingkat RPJP, adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
RPJP nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007.
3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya
disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun.
4. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga,
disebut juga Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), adalah dokumen
perencanaan kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima) tahun.
5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja
Perangkat Daerah, disebut juga Renstra-SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan
Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun.
6. Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, disebut juga
Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk
periode 1 (satu) tahun.
7. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, disebut juga Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode
1 (satu) tahun.
8. Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, disebut
juga Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan
Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.
9. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat
Daerah, disebut juga Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD),
adalah dokumen perencanaan satuan kerja perangkat daerah untuk periode 1 (satu)
tahun.
1. Pentingnya Distribusi Pendapatan
Banyak kerusuhan yang terjadi di berbagai bagian dari negara kita pada
periode terakhir ini. Sebagian memang karena dipanaskan oleh situasi
penyelenggaraan pemilu. Namun kalau kita perhatikan secara seksama,
ada fenomena tindakan yang selalu muncul dalam setiap kerusuhan tersebut,
yakni mendompleng pada kerusuhan untuk mencoba membuat redistribusi aset secara
tidak sah. Toko-toko dihancurkan, dibakar dan dilempari. Sebagian
barang-barangnya di ambil.Mobil dan kendaraan yang mewah dihancurkan. Berbagai
kejadian tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi bangsa dan
negara, tidak hanya secara materi, bahkan untuk kasus 23 Mei 1997 di
Banjarmasin misalnya selain korban materi berupa kerusakan berbagai toko
supermarkat dan hotel berbintang, juga jatuhnya korban nyawa yang tidak
sedikit, sampai mencapai 123 orang (Banjarmasin Post, 31 Mei 1997).
Menurut beberapa ahli, akar permasalahan dari berbagai kerusuhan
tersebut adalah pada adanya gap yang semakin menyolok
antara golongan berpunya dan golongan tidak berpunya. Kesenjangan
pendapatan yang timbul sudah berada pada tingkat yang memerlukan
perhatian dan tindakan penanggulangan yang
bersungguh-sungguh. Manifestasi dari kesepakatan bangsa yang dahulu
melalui MPR menempatkan pemerataan sebagai skala prioritas utama dalam
pembangunan, perlu lebih dinampakkan dalam berbagai tindakan nyata yang
mengena pada sasarannya. Upaya pengentasan kemiskinan yang telah banyak
berhasil dalam menghilangkan problema kemiskinan absolut, perlu diarahkan
lebih intensif untuk juga menyelesaikan problema kemiskinan relatif.
Menurut Todaro (1985) distribusi pendapatan makin tidak merata dari
tahun ke tahun. Banyak orang yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi
yang cepat telah gagal menghilangkan atau mengurangi kemiskinan , terutama
dalam kaitannya dengan konsep kemiskinan relatif. Trade off antara
pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan pendapatan kemudian menjadi polemik dan
perbedaan pandangan para ahli dalam merumuskan berbagai kebijaksanaan
pembangunan. Sampai kemudian pada tahun 1971, Mahbub Ul-Haq, seorang ekonom
Pakistan menawarkan konsep yang tampaknya bisa menjembatani perbedaan pendapat
tersebut. Mahbub menyatakan bahwa selama ini kita diajari untuk
memperbaiki GNP sebagai suatu cara untuk mengatasi kemiskinan.Menurutnya,
sebaiknya kita putar keadaan ini dengan menghilangkan kemiskinan sebagai suatu
cara untuk meningkatkan GNP (Mahbub Ul-Haq, 1971).
Pembangunan wilayah pedesaan dan pemberdayaan masyarakat pedesaan
merupakan merupakan suatu konsep yang sejalan dengan pemikiran Mahbub tersebut,
karena kantong-kantong kemiskinan pada umumnya berada di pedesaan.
Teori ekonomi klasik berkeyakinan bahwa dalam jangka panjang, mekanisme
pasar akan menciptakan pembangunan yang seimbang antar berbagai wilayah, namun
Gunnard Myrdal tidak sependapat dengan hal tersebut. Menurut Myrdal
(1953) bahwa dalam proses pembangunan terdapat faktor-faktor yang akan
memperburuk perbedaan tingkat pembangunan antar wilayah dan antar negara. Di
samping ada juga faktor-faktor yang dapat memperbaikinya. Keadaan seperti
ini terjadi sebagai akibat berlakunya suatu proses sebab akibat yang disebutnya
sebagai circular cummulative causation.
Menurut Myrdal, pembangunan di daerah-daerah yang lebih maju akan menciptakan
beberapa keadaan yang akan menimbulkan hambatan yang lebih besar kepada
daerah-daerah yang lebih terkebelakang untuk berkembang.Keadaan-keadaan yang
menghambat pembangunan ini digolongkannya sebagaibackwash effect. Di
samping itu perkembangan di daerah-daerah yang lebih maju dapat menimbulkan
keadaan-keadaan yang akan mendorong perkembangan daerah-daerah yang lebih
miskin. Keadaan ini dinamakan sebagai spread effect,
atau disebut juga sebagai trickle down effect. Pemberdayaanmasyarakat
pedesaan dimaksudkan untuk mempengaruhi dan memanipulasi keragaan
faktor-faktor tertentu, sehingga menciptakan situasi dan kondisi yang dapat
mencegah terjadinya backwash effect, dan sebaliknya
mendukung terjadinya spread effect.
Menurut Sukirno
(1985) di antara
faktor-faktor yang akan menimbulkan backwash effect adalah :
1) Corak perpindahan perpindahan
penduduk dari daerah miskin ke daerah yang lebih maju. Pada umumnya
penduduk yang berpindah adalah tenaga kerja yang lebih muda, mempunyai semangat
dan etos kerja yang lebih tinggi dan tingkat pendidikan yang lebih baik
daripada yang tetap tinggal di daerah miskin.
2) Corak pengaliran
modal. Pada umumnya permintaan modal di daerah miskin kurang, selain itu
modal lebih terjamin dan menghasilkan di daerah yang lebih maju. Pola dan kegiatan
perdagangan didominasi oleh industri-industri dari daerah yang lebih
maju. Ini menyebabkan daerah miskin mengalami kesukaran untuk
mengembangkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkannya.
3) Jaringan pengangkutan jauh
lebih baik di daerah yang lebih maju, sehingga kegiatan produksi dan
perdagangan mereka dapat diselenggarakan secara lebih efisien.
4) Sedangkan faktor yang
mendorong terjadinya spread effect adalah berupa pertambahan
permintaan dari daerah yang lebih kaya terhadap produksi dari daerah yang lebih
miskin. Permintaan tersebut terdiri dari permintaan terhadap hasil
pertanian, hasil industri rumah tangga dan hasil industri barang
konsumsi.Hasil-hasil tersebut merupakan komoditas utama bagi daerah yang lebih
miskin.
Hanya saja sayangnya spread effect ini biasanya jauh
lebih lemah daripadabackwash effect. Oleh karenanya, apabila
dibandingkan tingkat pembangunan di pedesaan (yang relatif miskin) dengan
perkotaan (yang relatif maju), makapembangunan yang tercapai di daerah pedesaan
selalu lebih lambat daripada di perkotaan. Dalam jangka panjang, keadaan
ini dapat memperburuk pola distribusi pendapatan, baik antar wilayah maupun
antar golongan masyarakat.
Pembangunan perlu menghiraukan dan memperhitungkan pola kehidupan yang
sedang berlangsung di masyarakat. Kondisi ini harus diberi nilai dan
jangan sekali-kali diubah dengan cara perombakan. Kondisi masyarakat
setempat perlu dihargai, yaitu dengan cara apresiasi. Penghargaan dan
pemberian nilai pada kondisi kehidupan masyarakat tersebut, adalah suatu cara
menyukseskan pengembangan potensi masyarakat sesuai dengan yang
diidamkan. Nilai positif diefektifkan dan dikembangkan, sedangkan nilai
yang dipandang negatif diblokir, dan secara perlahan
dihilangkan. Sementara itu nilai baru (inovatif) diperkenalkan untuk
dihargai masyarakat sebagai nilainya sendiri (Maskun, 1992).
Komunitas masyarakat dengan berbagai aktifitas dan
dinamikanya, berintegrasi dalam sistem nasional melalui apa yang dinamakan
sebagai tatanan penghantar (delivering system) dan tatanan peraih
(acquiring system). Tatanan penghantar menyediakan berbagai aspek yang
meliputi antara lain Iptek, informasi, sarana, pinjaman modal, pelayanan dan
jasa, yang merupakan kebutuhan utama dari tatanan peraih, yakni masyarakat
target pembangunan (Adjid, 1995).
Agar tatanan peraih benar-benar mampu memanfaatkan apa yang ditawarkan
oleh tatanan penghantar, yang sesungguhnya memang menjadi bagian dari haknya,
maka diperlukan proses perubahan perilaku masyarakat agar dapat beradaptasi
dengan lingkungan stategisnya, melalui proses learning by doingyang
dijalankan secara sinambung, dari waktu ke waktu. Untuk menuju
ke arah proses learning by doing ini, potensi masyarakat
perlu dibangkitkan. Keinginan mereka untuk memperbaiki kehidupannya perlu
ditumbuhkembangkan agar menjadi pemicu yang kuat menumbuhkan semangat
kewirausahaan (enterpreneurship).
Solusi penyelesaian problema dan alternatif pengembangan usaha yang
ditawarkan perlu menyentuh kepentingan masyarakat yang mendasar, yang dapat
dirasakan manfaatnya. Karena itu pembangunan haruslah (Flavier,
1992):
1. Bersifat
sederhana, kalau masyarakat kurang mengerti, atau sosialisasi suatu proyek
kurang dilaksanakan, maka proyek akan gagal sebelum dilaksanakan.
2. Bersifat
ekonomis, tercakup dalam pengertian ini adalah sesuai dengan kemampuan dan
sumberdaya yang dikuasai masyarakat, serta ada insentif ekonomi yang dapat
dipetik langsung dari proyek tersebut.
3. Bersifat
praktis, sehingga masyarakat mudah menerapkannya.
4. Harus dapat
ditiru, sehingga dapat dicontoh oleh yang lain. Proyek yang
eksklusif sulit memberikan dampak yang nyata bagi pembangunan secara meluas.
Dalam era globalisasi di mana informasi semakin dapat masuk mencapai
pelosok-pelosok serta kontak antara individu dan wilayah menjadi lebih gampang,
tampaknya terdapat kecenderungan bahwa golongan dan wilayah yang lemah akan
semakin terbenam dalam kemiskinannya, karena kalah dan terdesak dalam
persaingan pemanfaatan sumberdaya yang ada dengan golongan dan wilayah lain
yang lebih kuat dan berpunya. Karena itu pembangunan desa haruslah
dijadikan orientasi utama. Pembangunan desa ini mengawali fokusnya pada
upaya-upaya untuk pemberdayaan sumberdaya manusia, yakni masyarakat desa
itu sendiri. Berbagai kemampuan mereka yang masih bersifat potensial
perlu dibangkitkan.
Banyak program yang telah dilaksanakan untuk membantu masayarakat miskin
di pedesaan, bahkan jauh sebelum program IDT diterapkan. Namun banyak di
antara program tersebut yang tidak mampu menjangkau sasarannya
secaratepat. Hayami dan Kikuchi (1991) menemukan fakta bahwa ekonomi
pedesaan cenderung terpolarisasi ke arah stratifikasi masyarakat, yang membagi
masyarakat menjadi dua kelompok utama. Kedua kelompok ini sangat berbeda
peluangnya untuk berpartisipasi dan menikmati kegiatan-kegiatan
pembangunan. Kelompok yang kuat, karena penguasaan dan kemampuan
sumberdaya yang dimilikinya lebih baik, akan dapat menangkap peluang-peluang
dan kesempatan berusaha yang lebih baik pula, sementara yang lemah selalu
tersisih dalam persaingan. Bahkan tidak jarang kelompok yang kuat
mengatasnamakan kelompok yang lemah untuk mengeruk keuntungan, seperti misalnya
yang sering terjadi dalam pemanfaatan fasilitas pelayanan kredit bunga
bersubsidi dan bantuan input untuk produksi pertanian.
Kejadian-kejadian tersebut sebenarnya dapat dihindarkan kalau kendala
untuk ikut memasuki (barrier to entry) berbagai program bantuan bagi
golongan masyarakat miskin dapat diminimalkan. Bentuk kendala ini
bermacam-macam, dapat berupa kendala internal, yakni kendala-kendala yang
muncul akibat kelemahan-kelemahan pada individu golongan masyakarakat miskin, adapula
yang berupa kendala eksternal, yaitu kendala-kendala yang muncul dari luar,
misalnya berupa prosedur yang asing, adanya biaya transaksi, keharusan
menyediakan jaminan, dan berbagai bentuk lainnya yang menyulitkan bagi golongan
tak berpunya. Namun menurut Flavier (1992) berdasarkan
pengalamannya di beberapa desa di Filipina dalam mengintroduksikan programPhilippine
Rural Reconstruction Movement (PRRM), bahwa masyarakat pedesaan itu
potensinya besar untuk berkembang, namun karakteristik problema dan kemampuan
mereka untuk menyelesaikan problema tersebut sangat unik dan khas, sehingga
pendekatan program secara meluas dalam bentuk yang uniform, sukar memberikan
hasil yang memuaskan.
Melakukan
pembangunan bagi masyarakat perlu memperhatikan kondisi dan karakter kehidupan
masyarakat, yang nyata-nyata berbeda antara satu daerah dengan daerah lain,
antara satu desa dengan desa yang lain. Cara-cara yang diseragamkan tidak
dapat efektif pada masyarakat, karena tidak memperhatikan dan mengakomodasikan
dengan baik, perbedaan-perbedaan dalam hal tradisi, tipe wilayah, kekuatan
adat, cara hidup, keadaan fisik, lingkungan dan lain-lain (Maskun , 1992).
Strategi pembangunan pertanian pada
periode PJPT II dan terutama pada REPELITA VI diarahkan pada
upaya mewujudkan pertanian yang tangguh, maju dan efisien yang dicirikan oleh
kemampuannya dalam mensejahterakan petani, pekebun, peternak dan nelayan. Tujuan tersebut dicapai melalui empat usaha pokok pembangunan
pertanian yaitu diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi.
Setiap kegiatan pembangunan, termasuk pembangunan pertanian adalah
dimaksudkan untuk dapat memperbaiki taraf kehidupan masyarakat.Peningkatan produksi dan produktivitas
pertanian semata-mata bukanlah merupakan jaminan bagi tercapainya hal tersebut.
Agar kesejahteraan petani menjadi lebih baik mereka perlu memperoleh pendapatan
yang lebih besar. Produksi yang tinggi tanpa adanya jaminan pemasaran yang baik
untuk produk yang dihasilkan tersebut, tidaklah akan menambah pendapatan
petani, sebaliknya bahkan dapat membuat petani kehilangan bagian dari
perolehannya dalam bentuk jatuhnya harga jual produk akibat kemampuan petani
yang rendah untuk mengakses pasar.
Salah satu ciri dari pertanian di Indonesia adalah pemilikan lahan
pertanian yang sempit, sehingga dengan demikian penguasaan pertanian di
Indonesia dicirikan oleh banyaknya rumah tangga tani yang berusaha tani dalam
skala kecil. Akibatnya petaninya sebagian besar adalah petani-petani kecil.
Petani kecil di
Indonesia dicirikan oleh karakteristik sebagai berikut :
- Petani yang
pendapatannya rendah, yaitu kurang dari 240 kg beras perkapita pertahun.
- Petani yang
memiliki lahan sempit, yaitu kurang dari 0,25 ha lahan sawah di Jawa atau 0,50
ha di luar Jawa.
- Petani yang
kekurangan modal dan memliki tabungan yang terbatas.
- Petani yang
kurang berpengetahuan dan kurang dinamik.
Dalam banyak kenyataan, keadaan petani kecil di negara-negara berkembang
adalah beragam, namun tetap pada penguasaan sumber daya yang terbatas.Seorang
petani kecil umumnya memiliki tingkat pendapatan dan penghasilan yang kecil dan
jauh dari cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan hidup yang layak. Namun
demikian, walaupun pendapatan dan pengahasilan mereka jauh di bawah tuntutan
kehidupan modern, bagi mereka tampaknya tidak terlalu mengganggu, terutama
selama mereka masih bisa memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka seperti,
sandang, pangan dan papan. Meskipun sebenarnya pemenuhan ini masih dalam
kualifikasi yang jauh di bawah standar dan jauh untuk bisa dikatakan
kesejahteraan hidup mereka telah tercapai.
Mengingat sifat dasar perekonomian petani yang bermukim di pedesaan,
maka kendala yang dihadapi untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan
adalah:
1. Modal yang dimiliki
relatif kecil.
2. Sifat-sifat alami yang
dimiliki oleh sumber daya alam, seperti sifat fisika dan kimia tanah,
kemiringan tanah/lahan, curah hujan, sarana pengairan.
3. Teknologi yang tersedia
masih bersifat sederhana.
4. Status penguasaan
lahan, karena petani tidak selalu berstatus sebagai pemilik lahan.
5. Luas lahan yang
diusahakan yang relatif sempit.
Hal ini seringkali menjadi kendala-kendala yang signifikan untuk
peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Petani berlahan sempit
seringkali tidak dapat menerapkan usaha tani yang intensif, karena selain
modalnya sangat terbatas, juga bagaimanapun ia harus melakukan
kegiatan-kegiatan lain di luar usaha taninya.
Masalah lain yang
menonjol pada perekonomian rakyat di pedesaan adalah hal-hal yang berhubungan
dengan masih rendahnya produktivitas usaha tani. Produktivitas tersebut pada
dasarnya sangat tergantung dari potensi dan sumber daya (alam dan manusia) yang
tersedia dan aktivitas kelembagaan yang ada.
Sebagian besar
penduduk yang tinggal dipedesaan hidup dari sektor pertanian, baik pertanian
pangan, perkebunan, perternakan maupun perikanan dalam skala kecil, ini
dicirikan dengan sempitnya lahan garapan dan modal yang terbatas. Penggunaan
saprodi pada tingkat rendah, sehingga seringkali produktivitas dari usaha tani
mereka rendah, mengakibatkan pendapatan yang diharapkan sangat kecil dan ini
akan menghambat petani meraih kehidupan yang kesejahteraannya baik.
Kemiskinan terjadi
karena penguasaan sumber ekonomi rendah akibatnya kemampuan produksi rendah dan
produktivitaspun rendah. Rendahnya produktivitas berakibat rendahnya pendapatan
dan karena itu ia miskin. Oleh karena itu untuk mengentaskan kemiskinan perlu
ada kebijaksanaan pemerintah, misalnya berupa kredit yang diberikan kepada
petani yang memungkinkan bagi petani (termasuk golonangan miskin) untuk akses
padanya.Dengan tindakan ini dapat diharapkan produktivitas akan meningkat dan
pendapatan pun akan meningkat pula. Peningkatan pendapatan petani akan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengakumulasikan modalnya. Dengan
demikian produktivitas meningkat, pendapatan meningkat maka kesejahteraan
petani akan baik.
PERAN
PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
Di dalam literatur-literatur ekonomi pembangunan sering
disebutkan bahwa ada tiga peran pemerintah yang utama yaitu:
(1) Sebagai pengalokasi sumber-sumber daya yang dimiliki
oleh negara untuk pembangunan
(2) Penciptaan stabilisasi ekonomi melalui kebijakan fiskal
dan moneter serta
(3) Sebagai pendistribusi sumber daya.
Penjabaran ketiga fungsi ini di
Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 33 UUD 1945 Amandemen Keempat. Ayat (2) dan
ayat (3) menyebutkan bahwa negara menguasai bumi serta kekayaan alam yang
dikandung didalamnya, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
bagi hajat hidup orang banyak. Penguasaan ini dimaksudkan untuk dipergunakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini mengamanatkan kepada Pemerintah
agar secara aktif dan langsung menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selanjutnya ayat (4) menyebutkan bahwa perekonomian diselenggarakan atas dasar
dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ayat ini juga
mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menjaga dan mengarahkan agar sistem
perekonomian Indonesia berjalan dengan baik dan benar. Inilah yang dinamakan
peran pengaturan dari pemerintah. Inilah yang menjadi inti tugas lembaga
perencanaan dalam Pemerintah.
Pemerintah juga dapat melakukan intervensi langsung melalui
kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah, yang mencakup
kegiatan-kegiatan penyediaan barang dan layanan publik, melaksanakan kegiatan
atau prakarsa strategis, pemberdayaan yang tak berdaya (empowering the
powerless) atau keberpihakan.
Perencanaan
Pembangunan Untuk Mencapai Tujuan dan Cita-Cita Nasional
Sejak awal, para bangsa menyatakan bahwa kemerdekaan
Indonesia didorong oleh keinginan yang luhur supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas. Mereka dengan sadar bercita-cita agar pengelolaan pembangunan
Indonesia dapat dilakukan sendiri oleh putra-putri bangsa ini secara mandiri,
merdeka, dan berdaulat. Kedaulatan dalam mengelola pembangunan tentu berangkat
dari keyakinan yang kuat bahwa kita dapat melaksanakannya tanpa perlindungan
dan pengawasan pihak asing.
Oleh karena itu, pembangunan masyarakat untuk mencapai
cita-cita kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 haruslah
diselenggarakan dengan seksama, efektif, efisien, dan terpadu. Tujuan
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 tersebut adalah keterlindungan, kesejahteraan, dan kecerdasan
masyarakat, haruslah terdistribusi secara adil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk
perbaikan di segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas.
Pembangunan masih tarik-menarik mana yang harus didahulukan. Namun setidaknya
reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam merubah
nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan moral manusia-manusia
sebelumnya.
APA
YANG DIRENCANAKAN
Ada dua arahan yang tercakup dalam perencanaan.
Pertama, arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan
bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan
dalam rencana pembangunan nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk
mencapai masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan
dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi,
budaya, serta pertahanan dan keamanan. Kedua, arahan bagi pemerintah dalam
menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui
intervensi langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar.
KONDISI
LINGKUNGAN STRATEGIS INDONESIA
Pertama, secara geografis Indonesia adalah
negara kepulauan terbesar di dunia. Sebagai negara kepulauan, kebijakan
pembangunan akan berbeda dengan kebijakan yang diterapkan di negara-negara
kontinen atau daratan, karena masing-masing pulau memiliki karakteristik
geografis tersendiri dan kekayaan alam yang berbeda-beda.
Di samping keragaman geografis dan
sumberdaya alam, masing-masing pulau didiami berbagai suku bangsa dan kelompok
etnis yang menyebabkan bangsa Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat
tinggi. Masing-masing kelompok etnis mulai mengenal pendidikan modern tidak
dalam waktu yang bersamaan. Hal ini mengakibatkan pengalaman intelektual
masing-masing etnis berbeda-beda dan menyebabkan kemampuan sumberdaya manusia
yang berbeda-beda pula.
Dengan memperhatikan negara kepulauan,
keragaman budaya, sosial, pendidikan, dan ekonomi yang sangat tinggi; perubahan
masyarakat; serta tuntutan keberlanjutan maka sistem perencanaan pembangunan
yang ada saat ini yang bersifat menyeluruh, terpadu, sistematik, dan tanggap
terhadap perubahan jaman.
DAFTAR PUSTAKA
·
2006. Public Expenditure Statistical Analyses (PESA) 2006, published 15
May 2006.
·
vailable online at http://www.hm-treasury.gov.uk
·
Byung, Seo Yoo. 2005. Korea’s Experience on Linking Planning and
Budgeting.
·
During the Development Era and Recent Reform. Ministry of Planning and
Budget Republic of
Korea.
Seoul.
·
Djamaluddin, H. M. Arief. 2006. Diktat Kuliah Perencanaan Pembangunan.
Universitas
Borobudur.
Jakarta.
· Krugman, Paul R.,
dan Obstfeld, Maurice. 2004. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan,
Edisi Kelima, Jilid 1. PT Indeks Kelompok
Gramedia. Jakarta.
· Staff of Asian
Development Bank. 2006. Asian Development Outlook 2006. Asian
· Development
Bank. Available online at http://www.adb.org.
· Staff of the International Bank for
Reconstruction and Development / The World Bank. 2005. World Development Report
2006: Equity and Development. Oxford University Press. New York.
· Wirasasmita, Yuyun. 2006.
Catatan Kuliah Ekonomi Pembangunan. Universitas Borobudur. Jakarta.