Kenaikan BBM Merusak Anggaran Rumah Tangga
Angga Aliya - detikFinance
Jakarta - Perencana Keuangan Independen, Aidil Akbar Madjid, menilai naiknya
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi menjadi Rp 6.000 per liter akan merusak
kesehatan finansial rumah tangga. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di kota
besar, seperti Jakarta. Angga Aliya - detikFinance
Dalam blognya Aidil mengatakan, klien AFC Financial Check Up miliknya kebanyakan berasal dari Jakarta sehingga ia bisa melakukan riset kecil-kecilan kepada keluarga kelas menengah ibukota.
Tahap awal naiknya BBM akan mempengaruhi biaya transportasi, terutama bagi mereka yang punya kendaraan pribadi. Setelah itu masih ada efek domino atau penerusan dari hanya ongkos transportasi tersebut.
"Mereka yang naik kendaraan pribadi (mobil) bisa menghabiskan biaya transportasi (atau yang berhubungan dengan transpor) sebesar antara 20–30% dari penghasilan mereka," kata Aidil dalam blognya yang dikutip detikFinance, Jumat (30/3/2012).
"Apalagi mereka yang sebenarnya secara keuangan belum mampu beli kendaraan pribadi tapi memaksakan. Yang artinya adalah, untuk memenuhi kebutuhan hidup hanya 'tersisa' dana sebesar 70-80% dari penghasilan," tambahnya.
Bisa dibayangkan apabila BBM kemudian naik dari Rp 4.500 ke Rp 6.000 atau bahkan ke Rp 6.500 maka kenaikan tersebut besarannya di atas 30%. Otomatis biaya transpor ikut naik.
Tidak berhenti sampai disitu, efek domino efek dari kenaikan biaya BBM ini maka biaya hidup lainnya seperti makan/minum juga akan ikutan naik.
"Akibatnya dapat ditebak tadi, BBM naik, rusak keuangan rumah tangga," katanya.
Ia meminta masyarakat berpikir positif dalam menghadapi naiknya harga BBM ini. Sebaiknya, masyarakat mulai melakukan penghitungan ulang atas anggaran rumah tangga mereka.
Momen kenaikan BBM ini, kata Aidil, bisa juga dipakai sebagai momen untuk kita memulai pencatatan keuangan dan menata keuangan bulanan.
"Buatlah daftar pengeluaran bulanan dan mulai sekarang pisahkan mana pengeluaran utama, kemudian kewajiban, baru kemudian sekunder," katanya.
Kalau masyarakat sudah bisa membuat daftar dengan kebutuhan primer, sekunder dan tertier, maka dengan mudah bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan kebutuhan yang kurang perlu dan bukan utama.
"Sehingga kenaikan harga BBM (apabila benar terjadi) ini tidak menjadi masalah yang menakutkan buat kita dan keluarga kita," jelasnya.
Pemerintah
Gagal Kendalikan Harga Bahan Pokok Yang Memperngaruhi Anggaran Rumah Tangga
TRIBUNNEWS.COM,
JAKARTA - Keputusan Sidang Paripurna DPR
untuk menunda kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ternyata tidak membuat
harga bahan kebutuhan pokok terkoreksi ke harga normal. Harga terus melambung
tinggi menunjukan pemerintah tidak memiliki sistem yang jelas tentang tata
niaga kebutuhan pokok.
Anggota
Komisi IV DPR RI Rofi Munawar menegaskan,harga kebutuhan pokok yang tetap
melambung tinggi menunjukan pemerintah tidak pernah serius dalam menata sistem
perekonomian nasional, salah satunya terkait tata niaga kebutuhan pokok.
Kenaikan
komoditas pangan pokok terjadi di berbagai pasar di Indonesia, salah satunya di
Pasar Depok Jaya, cabe rawit justru terus mengalami kenaikan. Pada hari Kamis
harga cabe rawit sebesar Rp 50.000 per kilogram. Kini harga cabe rawit tersebut
justru semakin naik menjadi Rp 60.000 per kilogram. Kenaikan juga terjadi pada
bawang putih dari Rp 12.000/kg menjadi Rp 18.000/kg. Harga gula putih mengalami
kenaikan sejak tiga minggu yang alu menjadi Rp 12.000 per kilo gram. Begitu
juga dengan harga minyak goreng yang sebelumnya naik menjadi Rp 11.000 per kilo
gram. Di Pasar Anyar Bogor, harga daging ayam. Sejak empat hari terakhir,
harganya naik menjadi Rp27 ribu per kilogram (kg) dari biasanya Rp25 ribu. Hal
serupa terjadi pada daging sapi, yakni Rp70.000/kg dari Rp65.000.
“Jika
pasokan lancar dan produksi normal, bukankah harusnya harga bahan pokok juga
normal. Kenaikan saat ini terjadi karena adanya faktor psikologis dan tata
niaga komoditas bahan pokok yang lemah dari Pemerintah, sehingga saat ada isu
yang krusial maka harga kebutuhan pokok tidak stabil," ujar Rofi dalam
siaran persnya kepada Tribunnews.com, Senin(2/4/2012).
Kenaikan
harga minyak mentah dunia menjadi alasan bagi pemerintah dalam mendorong
perubahan APBN-P 2012 untuk subsidi BBM. Kemudian, kenaikan harga bahan pokok
yang terjadi saat ini bukan hanya karena spekulan atau adanyapenimbunan barang.
Di sisi lain murni karena adanya ketidakpastian harga BBM.
Sehingga
banyak distributor yang menunda belanja pasokan sambil menanti keputusan naik
atau tidaknya harga BBM. Dua situasi diatas menunjukan bahwa sistem kita sangat
rapuh, sehingga mudah sekali dipengaruhi faktor eksternal.
“Faktor
eksternal selalu menjadi landasan kebijakan Pemerintah, sehingga berulang kali
dan di banyak kebijakan Pemerintah pasrah pada mekanisme pasar. Pemerintah
harus serius memikirkan sistem perekomian dan kebijakan pangan jika kita tidak
terus menerus kalah kepada kehendak pasar.” tegas Rofi.
Keputusan
Sidang Paripurna DPR RI akhirnya memutuskan memberikan hak kepada pemerintah
untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dengan syarat harga minyak mentah
Indonesia naik 15 persen di atas patokan 105 dolar AS dalam periode enam bulan
berturut-turut.
BBM
akan Naik, Pemerintah Klaim Kenaikan Harga Masih di Bawah 5%
detikFinance
-Jakarta
- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklaim harga kebutuhan pokok terkait
rencana kenaikan harga BBM tak terlalu banyak berpengaruh pada fluktuasi harga.
Kenaikan harga kebutuhan pokok masih dibawah 5% atau dalam batas kenaikan yang
normal.
Menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Gunaryo mengatakan walaupun ada rencana kenaikan harga BBM, fluktuasi harga barang-barang tak signifikan. "Untuk pasar domestik tidak ada gejolak harga, kalaupun ada itu di bawah 5%," katanya dalam acara konferensi pers di kantornya, Jl Ridwan Rais,Jakarta,Jumat (30/3/2012)
Menurutnya kenakan harga bahan pokok saat ini masih dalam rentang kenaikan harga 2-3%, antaralain beras mengalami kenaikan 0,3%. Sementara itu gula pasir, daging sapi, daging ayam, kenakan harganya tak melebihi 5%, termasuk minyak goreng dalam kemasan.
"Kalau kenaikan di bawah 5%, itu fluktuasi biasa, itu hal biasa, tidak hanya sekarang saat ada rencana kenaikan harga BBM," katanya.
Gunaryo mencontohkan misalnya harga beras di Pasar Cipinang hanya naik Rp 107 per Kg dari harga normal. Hal ini disebabkan oleh faktor distribusi khususnya di Jawa Barat.
"Kalaupun terjadi kenaikan itu tidak terlalu besar karena pengaruh transport pun tidak terlalu besar," katanya.
Ia menegaskan kenaikan harga BBM lazimnya akan mempengaruhi kenaikan ongkos transportasi. Namun ia menegaskan untuk sektor perdagangan bahan pokok, pengaruhnya dirasakan tidak terlalu besar.
Menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Gunaryo mengatakan walaupun ada rencana kenaikan harga BBM, fluktuasi harga barang-barang tak signifikan. "Untuk pasar domestik tidak ada gejolak harga, kalaupun ada itu di bawah 5%," katanya dalam acara konferensi pers di kantornya, Jl Ridwan Rais,Jakarta,Jumat (30/3/2012)
Menurutnya kenakan harga bahan pokok saat ini masih dalam rentang kenaikan harga 2-3%, antaralain beras mengalami kenaikan 0,3%. Sementara itu gula pasir, daging sapi, daging ayam, kenakan harganya tak melebihi 5%, termasuk minyak goreng dalam kemasan.
"Kalau kenaikan di bawah 5%, itu fluktuasi biasa, itu hal biasa, tidak hanya sekarang saat ada rencana kenaikan harga BBM," katanya.
Gunaryo mencontohkan misalnya harga beras di Pasar Cipinang hanya naik Rp 107 per Kg dari harga normal. Hal ini disebabkan oleh faktor distribusi khususnya di Jawa Barat.
"Kalaupun terjadi kenaikan itu tidak terlalu besar karena pengaruh transport pun tidak terlalu besar," katanya.
Ia menegaskan kenaikan harga BBM lazimnya akan mempengaruhi kenaikan ongkos transportasi. Namun ia menegaskan untuk sektor perdagangan bahan pokok, pengaruhnya dirasakan tidak terlalu besar.
Ibu Rumah Tangga Terkena Dampak
Langsung Kenaikan BBM
BANDUNG,
(PRLM).- Ibu rumah tangga menjadi salah satu kelompok yang terkena dampak
langsung kenaikan BBM yang akan diberlakukan per 1 April mendatang. Pasalnya
ibu rumah tangga menjadi pemeran utama dalam pengelolaan ekonomi keluarga.
"Satu
dua minggu atau satu bulan mungkin belum terasa, tapi dua bulan tiga bulan dan
seterusnya pasti akan berat. Sebab ibu rumah tangga terkena dampak langsung
kenaikan BBM ini. Dia yang mengalokasikan anggaran sehari-hari, mengolah bahan
yang dia beli setiap hari, dan mengatur sistem keuangan ekonomi di rumah
tangga," kata Ketua TP PKK Prov. Jabar, Netty Heryawan, yang ditemui usai
pengajian rutin Unisba di Kampus Universitas Islam Bandung, Jln. Tamansari
Bandung, Rabu (28/3).
Menurut
Netty, pola konsumsi perlu dievaluasi untuk menyikapi kenaikan BBM ini. Bahkan
jika diperlukan, masyarakat sebaiknya melakukan perubahan pola konsumsi agar
kenaikan BBM ini tidak semakin memperburuk kondisi ekonomi keluarga. "Kita
koreksi seperti apa pola konsumsi dalam kehidupan kita selama ini. Kalau memang
perlu ya diperbaiki pola konsumsinya," ujarnya.
Netty
pun meminta agar masyarakat bersikap tenang dan tidak panik menghadapi rencana
kenaikan BBM ini. Sebab menurut Netty, dengan bersikap panik justru tidak
menjadikannya sebagai jalan keluar dari situasi ini. "Apalagi jika
bersikap anarkis. Itu tidak akan menyelesaikan masalah," ungkapnya.
Netty
juga berpendapat, perlu dilakukan peningkatan upaya pemberdayaan ekonomi
terutama di kalangan rumah tangga. Program-program pemberdayaan ekonomi yang
digulriakn dari pemerintah pusat perlu dimanfaatkan secara maksimal agar rumah
tangga dan keluarga bisa lebih strugle.
"Kita
coba bagaimana meningkatkan pemberdayaan ekonomi ini. Sudah cukup banyak
program-program ekonomi dari pusat seperti PNPM, PKK dan lain-lain. Kita kawal
program-program ini supaya bisa dimanfaatkan secara maksimal terutama oleh ibu
rumah tangga," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar